Rahajeng Nyanggra Rahina Suci Nyepi Caka 1939
Sebelum
saya memulai ulasan mengenai pengalaman liburan kemarin, ijinkan saya
mengucapkan SELAMAT HARI RAYA NYEPI BAGI UMAT HINDU DI SELURUH INDONESIA.
Momentum
liburan selalu dimanfaatkan orang-orang untuk bersantai dan berkumpul bersama
kerabat dekat. Berkunjung ke berbagai tempat dengan bersama-sama adalah suatu
hal yang memang seharusnya dilakukan. Namun, terkadang keinginan mewujudkan
momentum tersebut terganjal dengan kondisi finansial di akhir bulan, terutama
bagi kita yang karyawan dengan gaji standar. Alhasil, “travel budget” pun hanyalah sisa setelah kebutuhan primer dan
mendesak lainnya yang tidak seberapa. Padahal, hiburan (baca:rekreasi) itu
sangat penting karena bermanfaat bagi psikologis manusia (www.turez.id).
Adakah destinasi wisata dengan yang ramah saat kanker (kantong kering)?
HUTAN PINUS
Berbicara
mengenai wisata alam di Kabupaten Magelang, terlintas di benak pertama adalah
Ketep Pass, yang menyuguhkan spot view
beberapa gunung sekaligus, yakni diantaranya Merapi, Merbabu, Sumbing dan
beberapa gunung lainnya dari kejauhan. Namun, adalagi destinasi wisata yang tengah
viral di media sosial. Adalah wisata hutan pinus Kragilan, yang terletak di
kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang, sekitar 5 km dari Ketep Pass. Melalui
sedikit wawancara dengan salah seorang wanita paruh baya yang menggelar lapak
di area wisata, wisata ini tengah menjadi viral sekitar 2 tahun yang lalu, tepatnya
2015. Bermula dari “tempat kencan anak-anak muda” kemudian tersiar dari
mulut-kemulut, maka boominglah kawasan ini dengan tujuan utama adalah “SELFIE”.
Kenapa
ramah untuk kondisi saat kanker? Karena tarif memasuki kawasan ini hanya Rp
3000.00 dan silahkan menikmati area hutan pinus yang cukup luas. Rimbunan
pohon-pohon tinggi menjulang mampu menyelimuti suasana menjadi sejuk padahal
sinar matahari tengah menyengat kulit. Pemandangan dari ketinggian 1000 mdpl
ini rupanya membius saya untuk berlama-lama menikmati view ala lereng merbabu ini. Kepolosan anak-anak kecil yang
membantu orang tua mereka berjualan adalah suatu scene yang cukup membuatku tersenyum haru. Sejuk. Sangat sejuk.
Jauh dari kebisingan mesin dan kendaraaan. Jauh dari segala hiruk pikuk
metropolitan. Pemandangan khas lereng si gunung tambun Merbabu ini sangat
eksotis. Seeksotis kulit kayu dari pohon hutan pinus.
Merujuk
informasi dari salah satu kompasianer yang telah mengulas sebelumnya dari
Aryanto Wijaya,
kawasan wisata telah dikelola oleh POKDARWIS setempat. Kini anda bisa menjumpai
fasilitas yang “dibuka dadakan” oleh penduduk sekitar yang mengais rejeki dari
para pengunjung. Mulai dari beberapa spot
yang unik hingga properti untuk selfie. MCK hingga speaker untuk antisipasi terpisahnya anggota rombongan juga
tersedia. Sempat saya melihat mobil polisi berpatroli dan menimbulkan hipotesa
untuk memantau kestabilan situasi. Berikutut hasil jepretan ala-ala amatir yang
saya curi ditengah kepadatan pengunjung kemarin.
Dan
harga dagangan yang dijual pun tidak “membunuh” atau istilah lainnya dijual
melebihi batas kewajaran. Silahkan untuk membeli berbagai cemilan atau makan
siang. Dengan begitu kita turut berkontribusi membangun perekonomian dari
pinggiran. Dan juga membuat garis lengkung ke bawah dari bibir-bibir
bocah-bocah kecil yang tengah berjuang mengais rejeki.
MASUKAN UNTUK PEMKAB MAGELANG
Dengan
adanya hidden paradise seperti
kawasan hutan pinus ini, sudah saatnya pemerintah sadar bahwa inilah momen
untuk mencegah urbanisasi dan membumikan kawasan terpecil. melalui pariwisata
(tentu dengan pengelolaan yang baik) tercipta kegiatan perekonomian yang akan
membuat penduduk setempat (barangkali juga berlaku bagi kawasan yang bernasib
sama) berpikir ulang untuk ke kota.
Lalu
apa yang sedikit saya sayangkan?
Pertama,
minimnya rambu-rambu atensi bagi pengendara. Sejauh pengamatan saya, belum ada
simbol jalan rusak, kawasan rawan longsor, jembatan yang hanya khusus roda dua,
dan lain sebagainya. Perlu juga didirikan pos siaga hingga call center. Sehingga, saat pengunjung berada di posisi jauh dari
jangkauan pihak keamanan, dapat langsung menghubungi call center. Hal itu sangat penting karena menyangkut nyawa
manusia. Apalagi saat pengunjung ramai seperti saat itu, duh!
Yang
kedua, berkaitan dengan akses jalan menuju kawasan ini memang cukup menguji
adrenalin. Banyak jalan beraspal yang berlubang karena akses penambangan dan
wisata masih menjadi satu. Antrian kendaraan mengular mengikuti jalan
pegunungan yang meliuk-liuk hanya karena separuh badan jalan rusak. Dan itu
terjadi di bebapa titik. Tidak terbayang kan menahan kendaraan saat berada pada
posisi di jalan yang sangat menurun atau bahkan hampir cekung? Apalagi
berhadapan dengan truk-truk besar.
Maka,
bagi anda yang akan berwisata kemari, berhati-hatilah dan cek mesin kendaraan
anda. Jangan lupa untuk berdoa sebelum berkedara. Semoga akses jalan segera
diperbaiki. Maju terus pariwisata Indonesia.
SALAM
HANGAT KOMPASIANA
0 komentar:
Posting Komentar